Senin, Agustus 31, 2009

Mahalkan Harga Rokok!


Rokok adalah produk yang menjadi dilema bagi masyarakat maupun pemerintah. Industri rokok adalah penyumbang terbesar devisa negara. Namun apa gunanya pendapatan negara naik tapi tanggungan pemerintah untuk penderita penyakit karena rokok meningkat?

Salah satu penyebab tingginya konsumsi rokok adalah karena terjangkaunya harga rokok. Harga satu bungkus rokok merek lokal termurah di Singapura adalah Rp 66.600, di Malaysia Rp 13.800, di Thailand Rp 7.900, sedangkan di Indonesia harganya cuma Rp 5.000.

"Rendahnya harga rokok menyebabkan rokok bisa dibeli oleh kalangan miskin sekalipun. Harga rokok yang rendah itu disebabkan karena adanya subsidi dari industri rokok itu sendiri. Kalau mau dicek, harga di bandrol lebih mahal dibanding harga jualnya," tambah kata Dr. Sonny Harry B. Harmadi dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dalam acara seminar Sistem Cukai Tembakau yang Efektif dan Peningkatan Kesehatan Masyarakat di Hotel Borobudur, Jakarta 28 Agustus 2009.

Oleh karena itu, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia adalah dengan menerapkan cukai yang tinggi untuk rokok secara drastis bukan bertahap.

"Yang selama ini dilakukan pemerintah adalah menaikkan cukai perlahan-lahan, dan situasi tersebut dimanfaatkan oleh industri rokok untuk mengadaptasi kebijakan pemerintah dengan melakukan perubahan strategi penjualan atau teknologi," jelasnya.

Cukai hanya efektif untuk mencegah para perokok pemula tapi tidak untuk yang terlanjur merokok. Padahal semua orang tahu rokok tidak baik untuk kesehatan.

"Di dalam asap rokok terkandung 44.000 zat kimia, aditif dan toksin dan jumlahnya diperkirakan terus meningkat tiap tahunnya," ujar Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan RI, Dr. Yusharmen Dcomm, MSc.

Meskipun sudah ada ancaman dan sanksi untuk para perokok, tapi hingga kini jumlahnya tidak berkurang bahkan meningkat. "Keinginan berhenti merokok sebaiknya berasal dari ruhnya daripada karena ancaman," ujar Yusharmen.

Satu cara untuk menghentikan para perokok jka meniru negara thailand adalah dengan teknik demoralisasi. "Dengan diberlakukan demoralisasi yaitu memunculkan perasaan malu kalau punya rokok di saku karena ada gambar yang menjijikan, orang akan berpikir dua kali untuk beli rokok karena rokok dianggap barang yang memalukan," ujarnya.

Dalam waktu dekat ini, Depkes RI juga akan mengeluarkan alat scanner untuk para perokok sehingga dapat menentukan sanksi untuk pelanggaran karena merokok.

"Kita akan bekerja sama dengan kepolisian untuk mengetahui kadar nikotin dalam darah, jadi bisa ditentukan sanksinya tergantung seberapa besar kandungan nikotinnya dalam darah," ujar Yusharmen.

*sumber; http://health.detik.com/read/2009/08/31/103838/1192922/775/mahalkan-harga-rokok

Tidak ada komentar: