Sabtu, Mei 30, 2009

Kampanye Jilbab

Nampaknya belakangan hari ini, bentuk kampanye pilpres semakin ramai saja, tim sukses dari masing-masing capres berlomba-lomba untuk menaikkan citra jagoannya agar bisa menang pada pilpres 8 Juli 2009 nanti, meski terkadang cara-cara dari tim sukses tersebut menyinggung pasangan capres dan cawapres lainnya, akan tetapi sepertinya masa bodohlah yang penting maju terus pantang mundur (kaya nama acara game show di sebuah tv swasta nasional) ajah…

Sekarang yang sedang hangat dibicarakan adalah pernyataan, himbauan, ajakan, kitik-kitik, atau apa sajalah namanya, yang sempat dilontarkan oleh wasekjend PKS Zulkiflimansyah mengenai sebaiknya Ibu Ani Yudhoyono dan Ibu Herawati Boediono mengenakan jilbab. Menurut hemat saya sebenarnya tidak ada yang salah dari pernyataan wasekjend PKS Zulkiflimansyah tersebut, kenapa?…karena Zulkiflimansyah seorang muslim dan Ibu Ani Yudhoyono serta Ibu Herawati Boediono juga seorang muslimah, jadi wajar saja sebagai sesama muslim Zulkiflimansyah menyarankan agar Ibu Ani Yudhoyono dan Ibu Herawati Boediono mengenakan jilbab, karena jilbab wajib hukumnya bagi seorang muslimah.

Pandangan ini tertuang dari sudut seorang muslim, terlepas dari dinamika politik apapun, apabila hal tersebut dipolitisasi itu adalah hal lain lagi, akan tetapi hukum jilbab dalam islam tetaplah wajib, tidak terkurangi sedikitpun hukumnya, hanya karena politisasi kepentingan atau apapun

Saya sangat prihatin sekali apabila ada seorang muslim yang menganggap jilbab hanya sebuah simbol, jilbab adalah lebih dari sebuah simbol, jilbab adalah kewajiban, apabila jilbab dikaitkan dengan perilaku apakah menjadi lebih baik atau buruk tetap saja tidak mempengaruhi dari hukum wajib tersebut, wanita berakhlak baik dan berjilbab insyaAllah mendapat dua pahala karena akhlak baik dan tertutup auratnya, sedangkan wanita baik tanpa berjilbab mendapat satu pahala karena akhlak baiknya tetapi mendapat satu dosa karena terbuka auratnya. Wanita berakhlak buruk dan berjilbab mendapat satu dosa karena akhlak buruknya tetapi mendapat satu pahala karena tertutup auratnya, sedangkan wanita berakhlak buruk dan tidak berjilbab mendapat dua dosa karena akhlak buruk dan terbuka auratnya.

Ayat-ayat Al-qur’an di bawah ini mudah-mudahan bisa memperdalam pengetahuan muslim dan muslimah tentang hukum menutup aurat :

“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzaab (33) : 59)

“Katakanlah kepada wanita yang beriman:”Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An Nuur (24) : 31)

Mungkin alangkah indahnya, jika bangsa ini mampu menutupi auratnya, bukan hanya penduduknya, tetapi bangsa ini seyogyanya mampu dan bisa menutupi aurat bangsa dirinya dari bangsa asing, sehingga kita tidak mudah terjajah dan merdeka!!!

Wallahu’alam…

Senin, Mei 25, 2009

Sastra dan Cinta Mistikus Seorang Jalaluddin Rumi


“Kata-kata tidak lain hanyalah ‘bayangan’ dari kenyataan. Kata-kata merupakan cabang dari kenyataan. Apabila ‘bayangan’ saja dapat menawan hati, betapa mempesona kekuatan kenyataan yang ada di balik bayangan!. Kata-kata hanyalah pra-teks, aspek simpatilah yang dapat menarik hati orang pada orang lain, bukan kata-kata. Walaupun manusia dapat melihat ribuan mukjizat yang dimiliki seorang nabi atau seorang suci, hal itu tidak akan membawa keuntungan baginya sama sekali apabila dia tidak memiliki simpati kepada nabi ataupun orang suci itu. Unsur simpati itulah yang dapat mengguncangkan dan menggelisahkan seseorang. Apabila tidak terdapat unsur simpati warna gading padi pada batang padi, maka padi itu tidak akan dipesonakan warna gading. Meskipun begitu, simpati yang memiliki kekuatan dahsyat itu tidak dapat diindera oleh seseorang.

Itulah salah satu pernyataan dari seorang penyair, filosof, sastrawan besar Jalaluddin Rumi, yang banyak dikenal pula oleh tidak hanya sebagian orang atau kelompok, golongan, sebagai salah seorang tokoh sufi islam termasyhur, berkat karya-karya sastranya, yang dengan lirihnya mendendangkan cinta tiada tara kepada-Nya. Cinta dan rindu yang tiada akhir, ketulusan yang tanpa batas ke hadirat sang Khaliq. Suatu hasrat untuk melebur menjadi satu—fana—dengan tuhan.

Bagi pembaca yang sekaligus pecinta sastra tentunya tidak akan merasa asing, menyimak ungkapan-ungkapan kata yang mengkalimat di atas, ini dikutip dari sebuah buku yang terjemahan Inggrisnya, “Signs of the unseen ; the discourses of Jalaluddin Rumi”, karya ini merupakan terjemahan dari nas asli Persia yang disunting oleh Prof. Badi’uzzaman Furuzanfar yang berjudul “Fihi ma fihi” yang pernah diterbitkan majelis press di Teheran. Pada tahun 1330h/1952m dalam bahasa Arab. Dan sekarang ini sudah diterjemahkan pula ke dalam bahasa Indonesia dengan mengambil judul “Yang mengenal dirinya yang mengenal Tuhannya : Aforisme-aforisme sufistik Jalaluddin Rumi”.

Jalaluddin Rumi lahir di Balkhi, sebuah kota yang terletak dalam wilayah perbatasan Afganistan bagian utara, pada tahun 1207m. Ayahnya seorang yang terdidik yang mendapat kedudukan terhormat sebagai salah satu pemimpin teologi dan guru sufisme, bernama lengkap Jalaluddin Baha’uddin Muhammad yang kemudian lebih dikenal dengan nama Baha Walad. Dari ayahnyalah Jalaluddin Rumi banyak mendapatkan pengajaran tentang ilmu-ilmu klasik Arab dan Persia dan banyak lagi ajaran agama islam yang Jalaluddin Rumi dapatkan berkat pengaruh besar ayahnya tersebut.

Jalaluddin Rumi juga mendalami kitab suci Al-Qur’an, baik dari segi pembacaan, penjelasan ataupun penafsirannya, sampai kepada cabang ilmu fiqih islam dan hadits-hadits nabi yang Jalaluddin Rumi tunjukkan melalui karya-karyanya yang termasyhur dan mendalam.

Sekitar tahun 1218/1219m, ayahnya beserta Jalaluddin Rumi dan keluarga mengungsi ke Turki Seljuq, sebelum penyerbuan bangsa Mongol ke kota Balkhi. Di Konya (Turki) ayahnya—Baha’uddin Walad—menjadi seorang khatib yang memberikan pengajaran kepada masyarakat setempat dan dari luar wilayah tersebut, sehingga mendapat julukan “Sultan kaum terpelajar”. Ayahnya wafat pada Januari 1231m di kota Konya, dan Jalaluddin Rumi menggantikan posisi ayahnya sebagai khatib di kota tersebut.

Dalam perjalanannya yang kemudian menjelma sebagai seorang sufi, tak terlepas dari bimbingan Sayyid Burhanuddin Muhaqqiq dari Termez, salah seorang murid ayahnya yang pada gilirannya mengenalkan pada Jalaluddin Rumi ke dalam kehidupan spiritual yang penuh misteri. Jalaluddin Rumi sangat tertarik dan mengagumi karya-karya puisi Arab Al-Mutanabi, hingga dalam setiap kesempatan Jalaluddin Rumi sering mengutip bai-bait puisi dari Al-Mutanabi ke dalam karya-karyanya, di antara karya terpopulernya adalah Matsnawi dan Diwan.

Pada bulan Oktober 1244m, Jalaluddin Rumi berjumpa dengan sesosok yang misterius dipenuhi dengan teka-teki, dia adalah seorang Darwisy (pengelana) bernama Syamsuddin Muhammad dari Tabriz. Di sebuah penginapan milik seorang saudagar gula Jalaluddin Rumi bertemu dengan Darwisy itu, ketika Jalaluddin Rumi berkendaraan dengan sekelompok orang yang terpelajar yang secara kebetulan melewati penginapan milik saudagar gula tersebut. Saat itu Syamsuddin muncul dan memegang kendali kuda Jalaluddin Rumi dan mengajukan satu pertanyaan, “wahai pemimpin muslim, manakah yang lebih agung, Bayazid-Abu Yazid Al-Bustami, dari Korasan, atau nabi Muhammad?”. Jalaluddin Rumi menjawab. “Sungguh sebuah pertanyaan yang sulit, bagaikan tujuh Syurga hancur terkoyak-koyak dan jatuh berantakan ke bumi. Kebakaran besar muncul dalam diriku dan menimbulkan api ke otakku. Dari sana aku melihat gumpalan asap mencapai tiang-tiang singgasana tuhan. Nabi adalah sosok yang paling agung dari seluruh ummat manusia, mengapa mesti membicarakan dan membandingkan dengan Bayazid?... kehausan Bayazid telah terpuaskan hanya dengan satu tegukan itu. Dia akan mengatakan telah cukup dengan satu tegukan itu. Kendi pemahamannya telah terisi. Pencahayaanya hanya sebanyak yang muncul melalui cahaya langit dan rumahnya. Nabi, pada sisi lain meminta agar diberi lebih banyak untuk minum dan selalu merasa kahausan. Dia berbicara tentang kehausan dan bahkan terus memohon agar ditarik lebih mendekat.

Semenjak pertemuan itulah Jalaluddin Rumi dan Syamsuddin menjadi lebih dekat dan sering bercengkrama. Bahkan selama kurang lebih selama tiga bulan lamanya, mereka mengasingkan diri dari keramaian, siang dan malam. Demi untuk merasakan persamaan, tak ada seorang pun yang melihat keberadaan mereka berdua. Dan murid-murid Jalaluddin Rumi sendiri tak pernah berani mengusik dan mengganggu kebesaran antara keduanya.

Suatu hari setelah merayakan pertemuan keduanya, tiba-tiba Syamsuddin menghilang dan sempat membuat perasaan Jalaluddin Rumi seakan kesepian dan putus asa. Lalu Jalaluddin Rumi meminta putra tertuanya Sultan Walad untuk membawa kembali Syamsuddin ke kota Konya. Akhirnya Syamsuddin dapat ditemukan dan menetap di rumah Jalaluddin Rumi, dan menikahi salah seorang pelayan rumah yang tergolong masih muda.

Pada 1248 Syamsuddin untuk kedua kalinya kembali menghilang. Jalaluddin Rumi, dengan kepergiannya kali ini, sampai dia rela mencari sendiri, pargi ke Syiria sebanyak dua kali, hanya untuk menemukan sahabatnya itu. Jalaluddin Rumi sadar bahwa Syamsuddin tidak mungkin lagi ditemukan, baik secara fisik maupun metaforik. Akhirnya Jalaluddin Rumi memutuskan untuk lebih mencari diri Syamsuddin “yang nyata” dalam dirinya sendiri, karena, meski raga mereka terpisah, akan tetapi jiwa dan hati mereka selamanya.

Pencarian diri Syamsuddin ini banyak terlontarkan lewat syair-syair yang dituliskan Jalaluddin Rumi sendiri, ataupun yang dia lantunkan dengan “Kasidah Cinta”-nya. Mari kita simak beberapa ungkapan Jalaluddin Rumi ; “Syam-I Tabrizi/Kau matahariku dalam awan kata-kata/bila mataharimu marak bercahaya/segala ucapan yang lainpun lenyap sirna…”.

Betapa dalam pencarian Jalaluddin Rumi terhadap sahabatnya itu. Ia digambarkan sebagai matahari yang mampu menerangi awan kata-kata, Jalaluddin Rumi menganggap setiap perkataan Syamsuddin adalah sesuatu yang sangat mempengaruhi sikap, perilaku dan kehidupannya. Jalaluddin Rumi juga memetaforkan kata-kata Syamsuddin sebagai matahari yang selalu marak bercahaya, menyelubungi jiwa dan alam pikirannya, hingga apabila ia sedang berkata-kata, maka suara-suara itu yang ada di sekitarnya seolah-olah lenyap tak ada.

“Jiwa, aku telah sampai pada jiwa dari jiwa/raga, kau telah meninggalkan kewadakan/manikam merah ialah sedekah dari kekasih kita/darwisy makan emas dari yang maha karya…”. Darwisy di sini ditujukan kepada Syamsuddin Muhammad dari Tabriz. “Kau jiwaku/dan tanpa jiwaku/bagaimana mesti hidup aku/kau mataku/dan tanpa kau/aku tak punya mata/untuk melihat sesuatu/kau tahu bahwa aku tak ingin hidup tanpa kau/bagiku lebih baik mati/daripada pengusiran ini/demi Allah yang membangkitkan kembali orang-orang mati…”.

Tampak jelas keharuan cinta Jalaluddin Rumi kepada Syam-I Tabrizi itu. Dia merasakan antara jiwanya dengan jiwa Syam-I Tabrizi—Syamsuddin Muhammad dari Tabriz—adalah satu, tak terpisahkan. Jalaluddin Rumi juga mengibaratkan raga itu telah lebur melalui ungkapan, “raga, kau telah meninggalkan kewadakan”. Raga itu tak ada, yang tersisa hanyalah sebuah rasa penyatuan, permesraan kembali yang diharapkan setelah kebangkitan nanti setelah kematian.

Hari-hari Jalaluddin Rumi dipenuhi dengan pencarian cintanya yang mistikus, dan pengungkapan cintanya hanya mampu terlukis atas kehadirat illahi rabbi yang tiada pernah terbatas keagungan cinta-Nya. Cinta yang demikian suci ini, Jalaluddin Rumi tunjukkan melalui karya-karya sastra besarnya (Matsnawi dan Diwan, hanya menyebut di antaranya).

Setelah menjalani kehidupan dengan mengajar, membimbing dan melayani kebutuhan pengikut dan sahabatnya serta melakoni berbagai hal yang mistikus, Jalaluddin Rumi meninggal dunia pada hari senin 17 Desember 1273m. sebelum meninggal Jalaluddin Rumi sempat berkata kepada para sahabatnya ; “Di dunia ini aku mersakan dua kedekatan, satu kepada tubuh dan satu lagi kepada kalian. Ketika rahmat tuhan, aku harus melepaskan diri dari kesunyian dan kehidupan duniawi, kedekatan kepada kalian akan tetap ada”.—Jami, Nafahal Al Uns, h-463, terjemahan Thackston, Jr—.

Sepertinya kehidupan kitapun sekarang ini banyak yang mistikus….

Senin, Mei 18, 2009

Farewell Party




Gelarnya Hilang?...

Setiap tanggal 20 Mei bangsa Indonesia selalu memperingatinya sebagai hari kebangkitan nasional. Kebangkitan nasional, harusnya kebangkitan nasional tersebut bisa dicerminkan dari bangkitnya pendidikan bangsa kita, dari pendidikan dasar, menengah, perguruan tinggi bahkan sampai pada tingkatan master dan doktornya. Apabila kita berani menengok ke Jepang pada saat seusainya perang dunia II, yang ditandai dengan hancurnya kota Nagasaki dan Hiroshima, salah satu yang pertama kali dibenahi oleh pemerintahan Jepang adalah institusi pendidikannya, karena mereka sadar dari sinilah SDM yang handal dapat diciptakan.

Bagaimana dengan di Indonesia, mari sejenak kita cermati bersama. Setiap siswa yang masih duduk di bangku sekolah menengah umum (SMU), sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah (MA) atau para mahasiswa dengan berbagai disiplin ilmu dalam jurusannya mereka masing-masing, tentunya mengharapkan memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidang yang mereka geluti sewaktu dalam pendidikan formalnya. Meski fenomena yang berlangsung saat ini tidaklah harus seseorang melakoni pekerjaannya sama persis dengan latar belakang pendidikannya. Hal ini mungkin kita semua sudah teramat mafhum bahwasanya keberadaan kesempatan kerja yang sulit didapatkan, sehingga ada ungkapan dari para”sarjana nganggur” yang secara emosional menyatakan setelah lulus kuliah “selamat datang di dunia pengangguran”. Kejadian demikian sebenarnya tidaklah patut dikatakan sebagai sesuatu yang salah, akan tetapi belum juga tepat bila dipaksakan sebagai sesuatu yang benar.

Sebenarnya setiap pembelajaran yang dilalui oleh para mahasiswa selama berada di ruang kuliah maupun di luar kelas yang sifatnya masih berada di lingkungan kampus merupakan suatu komunitas yang menggodok mahasiswa untuk menguasai berbagai disiplin ilmu sampai kepada taraf tertentu yang telah digariskan oleh lembaga perguruan tinggi. Maka ini akan menjadi satu hal yang naïf bilamana seorang mahasiswa jurusan “anu” tidak memahami dan tidak mampu mengejawantahkan ilmu-ilmu “anu”nya.

Sebaiknya ada semacam tes bakat khusus untuk para calon mahasiswa yang akan masuk ke salah sebuah jurusan yang diminatinya, ini dimungkinkan untuk menciptakan generasi mahasiswa unggul, dimana hanya ada mahasiswa-mahasiswa yang berbakat dan punya minat yang tinggi saja yang dapat diterima memasuki satu juusan tersebut. Seperti dimaklumi siswa yang diterima di perguruan tinggi harus terlebih dahulu menyiapkan dirinya untuk bergulat dalam bidang ilmu yang dipilihnya. Semisal dalam jurusan bahasa dan sastra Indonesia (pendidikan maupun non pendidikan), perguruan tinggi atau fakultas yang bersangkutan seharusnya menanyakan dan mempersyaratkan sudah berapa novel, roman, cerpen yang telah dibacanya, terbiasakah ia (calon mahasiswa) menulis cerpen atau hanya sekedar mencipta sebuah puisi, seberapa banyak sastrawan yang sudah dikenalnya (baik yang hanya melalui karya-karyanya saja atau syukur-syukur bertatap wajah langsung dengan para sastrawan tersebut).

Tak berlebihan jikalau diadakan persamaan dalam rangka penerimaan calon mahasiswa baru dengan universitas yang menyelenggarakan atau yang membuka jurusan umum lainnya. Di situ kita dapati para mahasiswa yang hendak masuk fakultas tersebut sebelumnya terlebih dahulu dites sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya pada bidang yang akan digelutinya dalam jurusan tersebut. Dalam kesehariannya, mahasiswa dikondisikan terbiasa bertatap muka langsung dengan para dosen dalam ruang kelas perkuliahan, mendapatkan bimbingan akademik, mengerjakan banyak hal tentang tugas-tugas terstruktur, membuat paper atau menyusun sebuah makalah, bergelut aktif di organisasi kemahasiswaan (bagi yang berminat dan para aktivis), mengikuti berbagai acara seminar dan atau lokakarya serta kegiatan-kegiatan jenis lainnya. Berbagai misalan di atas merupakan di antara bentuk-bentuk penggodokan yang akan menentukan keberhasilan mahasiswa, sehingga dalam forum-forum itulah dari hari ke hari mahasiswa terbiasa menjalani penempaan demi penempaan.

Tentunya bukan hanya itu saja penempaan dan pengukuran tingkat keberhasilan seorang mahasiswa dalam proses belajar, selalu saja setiap fakultas dan jurusan mengadakan ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS) untuk mendapatkan gambaran kemampuan mahasiswanya, sekurangnya dua kali dalam satu semester mahasiswa diuji dengan jenis ujian tersebut, selain dari jenis-jenis ujian yang telah dikemukakan di paragraph sebelumnya, puncak dari segala jenis tempaan akademik, sebelum mahasiswa dinyatakan lulus, setiap individu mahasiswa diharuskan menulis/menyusun skripsi berdasarkan obyek penelitian lapangan yang disesuaikan dengan displin ilmunya, mengacu pada teori-teori yang sudah dipelajarinya dalam rutinitas perkuliahan. Pemaparan tersebut di atas sebenarnya hanya secuil gambaran mengenai proses pembelajaran mahasiswa semasa di perguruan tinggi.

Maka tak jauh dari kegiatan kemahasiswaan, seyogyanya para lulusannya yang secara “de facto” dan “de jure” pernah mengalami suatu proses pembelajaran yang mungkin cukup melelahkan tersebut, seharusnya mudah saja membuat sebuah tulisan populer di surat kabar atau koran, melakukan kajian umum di majalah sampai kepada studi yang lebih serius dalam jurnal, sesuai dengan bidang ilmu yang dipelajarinya, karena semua jenis karangan ini derajatnya pasti di bawah dan tidak sesulit skripsi (S-1), thesis (S-2) dan disertasi bagi para calon doktor (atau jangan-jangan skripsi, thesis, disertasinya hanya copy paste?...wah kalau yang terjadi seperti itu gawatlah bangsa ini), yang pasti masih jarang kita dapati apresiasi populer dari para sarjana, master, doctor, yang merepresentasikan bidangnya saat berkuliah tersebut.

Dan yang muncul kini adalah sekelumit kekhawatiran yang menggelembung—mungkin hampir pecah—seperti adanya semacam ketimpangan antara yang seharusnya dan fenomena yang terjadi. Kekhawatiran itu adalah jangan-jangan skripsi, thesis, disertasi, memang benar-benar puncak akhir karya tulis dan apresiasi dari seorang sarjana, master, doctor, hingga karenanya ia tak harus susah-susah lagi untuk membuat semacam penelitian, kajian, kritik, esai atau apapun disebutnya, yang padahal tingkat kesulitannya jauh lebih ringan apabila dibandingkan dengan proses penulisan skripsi, thesis, disertasi, yang penting sudah dapat pekerjaan, mungkin. Lalu kemanakah gelar sarjana, master, doktor yang mereka miliki?...mungkinkah hilang tanpa apresiasi?...

Mari bertanya kenapa???....
Peace ajah…

Jumat, Mei 15, 2009

BERITA KEBENARAN NABI MUHAMMAD. SAW DALAM AL-QUR’AN DAN AL-KITAB (3)

Pengingkaran Yahudi dan Nasrani
Di sinilah umat yahudi dan nasrani mengingkari Al-Qur’an sebagai penyempurnaan kitab-kitab sebelumnya. Hanya Karena nabi Muhammad, bukanlah dari keturunan Bani Israil, jauh dari harapan besar mereka sebelumnya, yang mengharapkan nabi yang terakhir dijanjikan dalam Injil adalah dari Bani Israil. Dari pada itu juga mereka mulai menyelewengkan, menyembunyikan, mengganti, dan merubah sebagian besar isi dari kitab Taurat dan Injil baik yang berkenaan dengan keberadaan nabi Muhammad maupun ajaran yang lainnya.

Keterbatasan manusia rupanya telah dan sedang ditunjukkan oleh Allah, ini terlihat jelas setelah diadakan pembelajaran dan penelitian lebih lanjut dan mendalam terhadap Taurat dan Injil, rahasia kebenaran, risalah nabi Muhammad masih dapat ditemukan dalam perjanjian lama maupun perjanjian baru (Taurat dan Injil). Mari sejenak—jika berkesempatan—kita membuka dan membaca perjanjian lama, dalam Ulangan bab. 18 yang menyatakan : “Seorang nabi akan kubangkitkan bagi mereka dari di antara saudara mereka, seperti engkau ini…” (Ulangan. 18 : 18). Hal ini sangat tepat sekali bahwa sesungguhnya Ismail dan Ishak adalah saudara sekandung dari ayah yang sama, yaitu nabi Ibrahim. Dengan demikian mereka merupakan saudara dari Ibu yang lain, yang pada gilirannya nanti keturunan Ishak menjelma menjadi bangsa yahudi (Bani Israil), sedangkan keturunan Ismail beranak pinak menjadi bangsa Arab (suku Quraisy).

Sangat jelaslah kini kekeliruan orang-orang yahudi dan nasrani, karena termakan dogma sesat dari para Kardinal, Uskup, Pendeta dan apapun sebutan bagi mereka yang lainnya, yang kecewa atas kelahiran nabi Muhammad yang bukan dari golongan Bani Israil. Memang seperti itulah Allah telah menggariskan kepada umat yahudi dan nasrani bahwa mereka tidak akan senang kepada umat selain mereka, terutama islam. Sesuai dengan firman Allah yang berbunyi : “Orang-orang yahudi dan nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Qs. Al-Baqoroh : 120).
Dalam surat Al-Ahqaaf pun Allah kembali menjelaskan kemungkaran kaum Bani Israil. “Katakanlah : Terangkanlah kepadaku, bagaimanakah pendapatmu jika Al-Qur’an itu datang dari sisi Allah, padahal kamu mengingkarinya dan seorang saksi bani Israil (Abdullah bin Salam—Imam Abdullah Yusuf Ali menafsirkan Musa. As) mengakui (kebenaran) yang serupa dengan ( yang disebut dalam) Al-Qur’an lalu dia beriman, sedang kamu menyombongkan diri. Sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” (Qs. Al-Ahqaaf : 10).

Sebenarnya, kalau saja orang-orang yahudi dan nasrani lebih cermat dalam mensikapi para pendetanya dalam menyampaikan kuliah yang berkenaan tentang Al-kitab mereka, tentunya kecurangan dan ‘pembodohan’ terhadap mereka tidak akan terjadi. Banyak ayat yang pernah disampaikan Yesus kepada murid dan umatnya ketika itu yang disembunyiakn dan diselewengkan oleh para pemimpin yahudi dan nasrani, di antaranya apa yang tertuang dan dijelaskan kembali melalui bahasa Al-Qur’an dengan firman-Nya yang begitu indah : “Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata : “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata : “ini adalah sihir yang nyata.” (Qs. Ash-Shaf : 6).

Hanya karena nabi Muhammad berasal dari suku Quraisy, yang berarti bukan dari golongan mereka (sebenarnya kalau mereka bukan termasuk dari golongan orang yang keras kepala, mereka pasti akan membenarkan, karena Muhammad keturunan nabi Ibrahim juga dari Ismail, sedangkan mereka dari Ishak, seperti sudah diuraikan di atas), lantas Muhammad yang begitu mulia dan agung diperolok-olokkannya dengan keji dan hina, tak hanya itu mereka pun mendustakan Al-Qur’an sebagai kitab dan firman Allah, Tuhan yang mereka sembah juga, dengan mengatakan bahwa itu hanyalah bualan seorang Muhammad saja.

Belum lama terungkap, dari saat ini telah ditemukannya lembaran tulisan kitab Injil yang asli dalam gulungan kulit yang tersembunyi—disembunyikan oleh yahudi dan nasrani—di antara daerah dan perbatasan Yerussalen dan Libanon, memberitakan tentang kebenaran berita nabi Muhammad dan Al-Qur’an. (lebih lanjut baca Injil Didache, oleh DR. Ahmad Hijazi As-Saqa).

Kebenaran Al-Qur’an
Maka Allah pun menegaskan bahwasanya Al-Qur’an adalah kitab dan firman yang hak (benar) dan wajib diikuti oleh seluruh umat di dunia, dengan menurunkan ayat yang berbunyi : “Tidaklah mungkin Al-Qur’an ini dibuat oleh selain Allah ; akan tetapi (Al-Qur’an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam. Atau (patutkah) mereka mengatakan : “Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah : “(Kalau benar apa yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (Qs. Yunus : 37-38).

Dalam surat Al-Baqoroh, Allah kembali menegaskan, bahwa Al-Qur’an hanya dibuat oleh-Nya sekaligus menantang siapa saja yang dapat membuat seumpamanya dengan firman-Nya : ”Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad). Buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Qs. Al-Baqorah : 23-24).

Sekali lagi, kembali Allah memperjelas kebenaran Al-Qur’an, bahwa Al-qur’an tidak akan serupa dengan apapun, pernyataan ini dapat kita baca dan simpulkan dalam surat Al-Israa’ : “Katakanlah : “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (Qs. Al-Israa’ : 88).

Begitu benar dan sucinya Al-Qur’an yang telah diwahyukan Allah melalui malaikat Jibril kepada nabi Muhammad, sehingga tidak ada umpama apapun dan serupa apapun apa-apa yang terdapat dalam Al-Qur’an, karena di situ hanya kemurnian kalam Allah saja, sang maha mengetahui. Tidak ada perubahan sedikitpun yang dilakukan oleh orang terhadap kandungan Al-Qur’an, sebagaimana yang pernah orang-orang lakukan terhadap kitab-kitab Allah sebelumnya (Zabur, Taurat dan Injil).

Pernah suatu kali dihembuskan isu bahwa Al-Qur’an telah mengalami perubahan (Tahrif) baik secara lafadz maupun maknanya. Sekian kali ditegaskan bahwa Al-Qur’an tidak akan mengalami perubahan apapun dan oleh siapapun. (untuk mengenai kemungkinan tahrif Al-Qur’an, silahkan baca Ukdzubah Tahrif Al-Qur’an baina Al-Syi’ah wa Al-Sunnah, karangan Syeikh Rasul Ja’fariyan).

Untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an Allah telah berjanji dalam surat Al-Hijr, yang berbunyi : “Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al-Hijr : 9).

Terakhir, untuk menutup tulisan ini, jika orang-orang yahudi dan nasrani tetap saja tidak mengakui alias selalu mengingkari nabi Muhammad beserta Al-Qur’an yang ada padanya, ada baiknya mereka menyimak ayat ini : “sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu datang kepada mereka, (mereka ini pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah kitab yang mulia.” (Qs. Al-Fushilat : 41).

Semoga orang yahudi dan nasrani diberikan petunjuk oleh Allah SWT.
APA MUNGKIN???...

BERITA KEBENARAN NABI MUHAMMAD. SAW DALAM AL-QUR’AN DAN AL-KITAB (2)

Menyimak dan mencermati penelitian yang telah dibukukan oleh Michael. H. Hart itu, ada kesepadanan yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an, dan hal ini sama sekali tdak diketahui dan disadari oleh Michael. H. Hart sendiri, bahwa Al-Qur’an telah menerangkan begitu gamblang yang tersurat dalam Al-Ahzab ayat 21, bahwa : “Sesungguhnya telah ada pada diri rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu”. (Qs. Al-Ahzab : 21).

Tentunya berita yang demikian ini menggembirakan bagi umat islam di Amerika khususnya dan dunia pada umumnya. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan—mengecewakan—umat non muslim (yahudi dan nasrani). Ketika dipertanyakan kepadanya alasan mengenai dipilihnya nabi Muhammad pada urutan no. 1, Michael. H. Haet, mengutarakan argumentasinya :
“Meskipun jumlah orang Kristen lebih banyak dari umat islam di dunia ini. Mungkin kelihatannya aneh bahwa Muhammad berada di urutan lebih tinggi dibanding Yesus. Ada dua alasan mengenai hal tersebut :
Pertama, Muhammad memegang peranan lebih penting dalam pengembangan islam dibanding peranan Yesus dalam pengembangan Kristen, meskipun yang bertanggung jawab terhadap ajaran tata susila dan moral Kristen (sejauh ini berbeda dengan ajaran yahudi). St. Paul-lah yang mengembangkan agama Kristen, penyebar dan penulis sebagian besar dari kitab perjanjian baru.
Kedua, Muhammad bagaimanapun juga bertanggung jawab atas agama islam, ajaran tata susila dan prinsip moral. Selain itu, dia-lah yang memegang kunci utama dalam penyebaran agama islam dan membangun peradaban islam.” (Michael. H. Hart, The 100 : A Ranking of the Most Influential Person in History. Hart publishing inc New York. Tahun 1978. halaman : 38-39).

Mengenai pro dan konfrontasi tentang nabi Muhammad yang notabene sangat dibenci oleh orang-orang di antara yahudi dan nasrani tersebut, seorang yahudi, Profesor, Psykoanalis dari Chicago Amerika Serikat, Jules Masserman pun, memberikan komentarnya tentang ketokohan Muhammad. Dia memberikan suatu gambaran dengan jujur, meski dengan pengakuannya tersebut dia menegaskan bukan berarti secara otomatis dia berganti keyakinan, bahwa Muhammad merupakan tokoh dunia yang sangat popular dan berpengaruh besar dalam sejarah perkembangan sosial, budaya dan agama. Hal ini tentunya dapat dijelaskan bahwasanya umat muslim sangat taklid sekali dalam mengaktualisasikan setiap kata-kata dan perbuatan Muhammad, bahkan setiap apa yang diucapkan dan dilakukan oleh seorang Muhammad oleh umat islam dijadikan hukum kedua setelah Al-Qur’an. Dari sinilah Jules Masserman, menempatkan Muhammad dalam posisi terpenting selama abad dunia berlangsung.

Sebelum menempatkan Muhammad pada posisi yang sedemikian tinggi, tentunya Masserman mempunyai dan menerapkan kategori terlebih dahulu untuk memberikan kejelasan yang lebih logis. Dia membuat tiga kategori sebagai syarat pemimpin teragung dan paling berpengaruh, kategori tersebut adalah :

1. Seorang pemimpin yang mampu menyediakan kesejahteraan yang nyaman bagi para pengikut/rakyatnya.
2. Seorang pemimpin yang mampu menyediakan organisasi yang mapan tempat bernaung bagi umat sehingga organisasi tersebut dapat melindungi berbagai kepentingannya dalam kehidupan sosial.
3. Seorang pemimpin yang mampu menyediakan dan atau mengikat kepercayaan serta kesetiaan.

Dengan begitu, Masserman melanjutkan, mungkin Hitler, Stalin hanya masuk dalam kategori kedua. Sedangkan Yesus, Buddha, mungkin lebih cocok berada dalam kategori pertama atau ketiga saja. Sedangkan pemimpin yang mempunyai kategori lengkap seperti yang telah disebut, mungkin orang yang pantas berada pada puncaknya adalah Muhammad, untuk kategori yang sama, mungkin Musa berada di urutan kedua.

Berita lebih lanjut mengenai ketokohan serta pengaruh Muhammad, dapat pula kita simak dan baca pada salah sebuah majalah terpopuler di Amerika Serikat yaitu New York times, edisi 15 Juli 1974.

Maka benarlah apa yang difirmankan Allah tentang keagungan nabi Muhammad. SAW dalam Al-Qur’an Al-Karim : “Dan kami tinggikan bagimu sebutan (nama—Muhammad) mu.” (Qs. Alam Nasyrah : 4).

Dengan berbagai penjelasan yang telah dikemukakan di muka, jelaslah kita umat islam yang hidup berdiri pada peradaban zaman sekarang ini tidak terlepas dari tokoh sentral yang bernama Muhammad, sang Al-Amin. Melalui beliaulah setiap detail ajaran islam disampaikan kepada para sahabat, tabi’in hingga sampai kepada kita dan umat di seluruh penjuru bumi.

Toleransi dalam rukun iman
Di dalam islam kita mengenal beberapa rukun, yang paling popular—bahkan di mata umat awwam sekalipun—yaitu rukun islam dan rukun iman. Terdapat suatu ajaran yang sangat toleran dan menghargai keberadaan agama samawi lain, yaitu dengan mewajibkan penganut agama islam meyakini/mempercayai kebenaran—keberadaan kitab-kitab Allah yang diturunkan melalui para rasul pilihan-Nya (dalam hal ini kitab versi yang asli, bukan yang ada dan beredar saat ini), tak terkecuali dengan para utusannya sendiri. Hal ini tercermin dari rukun iman yang wajib di-ejawantahkan oleh umat islam. Rukun iman sebagaimana kita pahami bersama ada enam perkara yang yang tidak boleh tidak harus diimani oleh seorang muslim yaitu : iman kepada Allah, iman kepada Malaikat-malaikat Allah, iman kepada Kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-rasul Allah, iaman kepada Qodlo dan Qodhar, serta iman kepada hari akhir/kiamat.

Dan kehadiran nabi Muhammad di tengah-tengah kekhalifahan manusia di muka bumi adalah salah satunya membawa misi keimanan yang luas, yang tidak dangkal. Nabi Muhammad membawa pesan yang baik dan memberikan sikap perilaku baik yang menjadi landasan contoh bagi seluruh umat. Orang islam diperintahkan untuk mengimani adanya kitab-kitab Allah yang lain, selain Al-Qur’an yang menjadi pegangan bagi seorang muslim. Kitab-kitab Allah yang telah diturunkan sebelumnya tersebut di antaranya ; kitab Zabur yang diturunkan kepada nabi daud. As, kitab Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa. As, dan kitab Injil yang diturunkan kepada nabi Isa. As, sang mesias.

Oleh karena nabi Muhammad pula ajaran/syari’at dan kitabullah yang lain mendapatkan pembenaran atas risalahnya, akan tetapi setelah datangnya Al-Qur’an, seluruh umat manusia wajib mengikuti perintah yang terkandung di dalamnya, karena Al-Qur’an telah menyempurnakan syari’at yang dibawa para nabi dan kitab-kitab sebelumnya. Maka secara otomatis akidah yang wajib diikuti saat ini hanyalah Al-Qur’an.

BERITA KEBENARAN NABI MUHAMMAD. SAW DALAM AL-QUR’AN DAN AL-KITAB (1)

Seyogyanya kita ketahui, bahwasanya islam merupakan agama yang benar, yang merupakan salah satu agama samawi (langit) yang ada di muka bumi, selain yahudi dan nasrani. Islam adalah agama yang hak (benar). Allah sengaja menurunkan ajaran agama islam melalui manusia paling istimewa, takkan tertandingi sepanjang dunia ini masih bergulir. Dialah Muhammad sang rasulullah yang Al-Amin, gelar yang tiada pernah didapati oleh orang-orang sebelum beliau lahir, sampai masa kehidupannya ketika di jaman jahiliah, bahkan sesudahnya. Sungguh tidak ada orang yang dapat menyamai Al-Aminnya beliau. Kejujuran yang selalu dijaga semenjak kecil hingga masa kenabiannya.Nabi Muhammad SAW, merupakan satu-satunya manusia dan laki-laki teragung yang pernah diciptakan Allah, takkan ada yang sebanding dengannya. Kita, manusia yang hidup pada jaman “modern” yang selalu diidentifikasikan dengan budaya yang acuannya “modernitas” mengenal ajaran islam berkat risalah yang dibawa Nabi Muhammad, melalui beliau jualah cahaya kebenderangan ilmu dapat kita pelajari secara luas dan menyeluruh, karena Muhammad membawakan ajarannya untuk semua umat manusia di dunia, bukan hanya untuk segolongan manusia saja atau suku belaka. Ajaran semacam ini tidak akan kita temui dari Nabi-nabi yang diutus Allah sebelumnya, karena memang rasul sebelum beliau diutus oleh Allah hanya untuk golongan tertentu atau kaumnya saja.
Agama islam adalah agama yang ditujukan untuk semua umat manusia di dunia, yang ditengarai oleh ketentuan Allah, bahwa islam adalah agama yang Rahmatan lil ‘alamin,rahmat bagi seluruh alam, melalui seorang nabi dan rasul Muhammad, kita banyak dapatkan pencerahan dalam kehidupan sosial, budaya dan masyarakat yang beragama. Sebagaimana firman Allah dalam Al-qur’an. Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. (Qs. Al-Anbiya : 107).Nabi dan Rasul Lain hanya untuk kaumnya. Sedangkan nabi yang lain seperti Isa Al Masih—Yesus bagi umat kristiani—diutus oleh Allah hanya untuk golongannya saja (Bani Israil). Kalau saja umat nasrani memahami beberapa ayat saja dalam kitabnya, maka mereka dapat memaklumi ajaran yang telah dibawakan oleh orang yang telah dianggapnya sebagai “anak tuhan” tersebut, bukan untuk mereka yang kebanyakan bukanlah dari keturunan Bani Israil.
Penggambaran ini telah terekam dalam Perjanjian Baru, Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia…”. (Markus 7:26). Dikisahkan, Yesus menolak wanita tersebut, ketika hendak turut serta dalam ritual ibadah dan pembelajaran yang Yesus lakukan bersama-bersama dengan muridnya. “Jika ya, hendaklah kamu katakan : ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan : tidak…” (Matius 5 : 37) “Di antara mereka yang berangkat untuk beribadah pada hari raya itu (Paskah), terdapat beberapa orang Yunani. Orang-orang itu datang pada Filipus, yang berasal dari Betsaida di Galilea, lalu berkata kepadanya : “tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus.” Tetapi Yesus menawab mereka, kata-Nya : “telah tiba saatnya anak manusia dimuliakan (dirinya dan kaum Bani Israil). (Yohanes 12 ; 20-23). Diceritakan dalam kisah selanjutnya Yesus menolak orang-orang dari Yunani tersebut.
Dari gambaran kisah di atas terasa sangat jelaslah, sebenarnya—nabi-nabi sebelum nabi Muhammad—diutus hanya untuk kaumnya saja, sehingga mereka pun tidak segan menolak orang yang bukan dari kaumnya. Pembuktian sejarah oleh Ilmuwan. Ada satu hal yang cukup menarik bagi dunia agama samawi, dalam hal ini agama islam, kristen, yahudi, adalah Michael. H. Hart, seorang sejarahwan, ahli matematika sekaligus sebagai astronom Amerika Serikat. Dia membuat sebuah catatan dan penelitian yang kemudian dibuat dalam sebentuk novel. Sebagai seorang sejarahwan dia telah mencari dan mengumpulkan aktualisasi dalam sejarah peradaban manusia, yaitu siapa saja orang-orang yang sudah dianggap memberikan pengaruh paling besar dalam kehidupan dan peradaban manusia. Dia memberi judul untuk bukunya The 100 (The Hundred). Yang menarik dari isi bukunya ialah menceritakan dan menggambarkan seratus orang/tokoh yang paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia berlangsung dengan cara yang obyektif dan teliti. Tokoh-tokoh tersebut di antanya : Muhammad, Isa, Musa, Asoka, Aristoteles, Buddha, Confisius, Hitler, Plato, Zoroaster dan lain-lain. Setelah menceritakan dan menggambarkan tokoh-tokoh yang ia catat, kemudian dia membuat suatu urutan dari no. 1 sampai dengan no. 100, berdasarkan tingkatan pengaruh serta keunggulan masing-masing tokoh tersebut. Sesuatu yang mungkin mencengangkan bagi kita umat islam tentunya adalah mengenai pilihannya menempatkan posisi rasulullah pada urutan no. 1. sedangkan Isa pada urutan no. 3 dan Musa pada urutan no. 40. Padahal kita ketahui sendiri Michael. H. Hart adalah bukan seorang muslim. Inilah barangkali sesuatu yang patut kita hargai dan acungi jempol atas penelitiannya yang obyektif dan keberaniannya dalam mengungkap kebenaran sekaligus mengetengahkan kejujuran di dalam dinamika masyarakat Amerika dan dunia yang tengah mengucilkan islam sebagai agama.

Kamis, Mei 14, 2009

Tambal Band-Luka


Asyik juga nongkrong di atas Mio dalam cuaca yang sejuk di Cibodas