Jumat, September 18, 2009

Tukeran Suami, Dong! Ada Tiga, Tuh, Tinggal Pilih!

Tulisan ini merupakan tanggapan (# 34)di kompasiana.com, yang saya sampaikan untuk tulisannya Mariska Lubis yang berjudul “Tukeran Suami, Dong! Ada Tiga, Tuh, Tinggal Pilih!”. Beritanya bisa klik di sini http://public.kompasiana.com/2009/09/18/tukeran-suami-dong-ada-tiga-tuh-tinggal-pilih/

Sengaja tanggapan ini saya postingkan lagi disini agar tidak ada kerancuan dalam mengeneralisasi suatu studi atau pun survei. Dan mencoba mendudukan masalahnya agar lebih clear. Stigma negatif suatu daerah tertentu tidak bisa menggambarkan perilaku penduduknya adalah hal kelumrahan yang sama

Saya adalah orang yang lahir, tumbuh, besar dan mengenyam pendidikan di Indramayu. Saya tidak pernah melihat sendiri kasus yang diceritakan Mba Mariska. Entah mungkin saya yang kurang peka atau memang budaya itu terlalu tersembunyi, jadi tidak nampak di luaran secara kasat mata. Entah itu Indramayunya di bagian mana, karena memang saya tidak pernah tahu. Mungkin sebaiknya Mba Mariska lebih spesifik menyebutkan daerah yang dimaksud, agar tidak ada generalisir tentang negatifnya budaya suatu daerah.

Saya adalah orang yang lahir, tumbuh, besar dan mengenyam pendidikan di Indramayu. Saya lahir di sebuah desa bernama Kaplongan Kecamatan Karangampel. Justru Alhamdulillah keluarga saya berasal dari keluarga yang taat ajaran agama. Bahkan sebelum saya bersinggungan dengan ilmu umum, Ibu saya sudah terlebih dahulu mengajarkan apa itu agama, bagaimana cara membaca huruf-huruf yang tertuang dalam Al-qur’an juga maknanya.

Saya adalah orang yang lahir, tumbuh, besar dan mengenyam pendidikan di Indramayu. Memang sekarang saya lebih sering merantau. Dari semenjak tahun 1997 saya sudah merantau. Bahkan sampai sekarang ketika saya menuliskan tanggapan ini, saya masih berada di perantauan.

Meski begitu, saya tidak pernah lupa akan habitat saya. Saya sering menengok daerah kelahiran saya. Entah sebulan sekali bahkan tiga bulan sekali, yang pasti dalam satu tahun minimalnya dua kali saya bersilaturrahmi ke kampung halaman saya untuk bersua dengan keluarga besar saya, yang 90% masih tinggal di Indramayu. Dan tentunya tidak ketinggalan pula dengan teman-teman sepermainan saya, ketika SD, SMP dan SMA.

Jadi harapan saya sebaiknya Mba Mariska lebih spesifik menyebutkan nama daerah dari Indramayunya, agar tidak ada konotasi yang terlalu negatif terhadap yang disebut sebuah Kabupaten yang bernama Indramayu.

Memang saya sebagai orang yang lahir, tumbuh, besar dan mengenyam pendidikan di Indramayu, seringkali malu sendiri apabila ada cibiran negatif tentang daerah asal saya.

Karena Indramayu sebagai bumi kelahiran saya dan yang sangat saya kenal nyatanya tidak seperti itu.

Tidak ada komentar: